PRESS RELEASE : Otonomi Daerah yang Digulirkan Ternyata Banyak Masalah, Quo Vadiskah?

Dalam  rangka menyambut duadasawarsa 05 Juli 2002-05 Juli 2022, Perkumpulan Ilmuwan Administrasi Negara Indonesia (PIANI) menyelenggarakan webinar Nasional bertemakan “Quo Vadis Otonomi Daerah”.

Dihadiri oleh 234 peserta dari seluruh Indonesia, dari pengurus dan anggota:  Dewan Pengurus Pusat (DPP), Dewan Pengurus  Wilayah (DPW), Dewan Pengurus Daerah (DPD), juga dari beberapa perwakilan Perguruan Tinggi yang ada jurusan Administrasinya.

Pada kegiatan ini PIANI berkolaborasi dengan PIANI MUDA yakni para Mahasiswa jurusan Administrasi dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Universitas Al Ghifari dan Universitas Pasundan Bandung.

Acara dibuka oleh Dewan Pembina PIANI, Prof. Dr. Jusman Ikandar,MS, yang diawali oleh sambutan Ketua DPP PIANI Dr. Engkus Kustyana, M.Si diantaranya  menyampaikan:

Otonomi daerah yang sudah berjalan selama 2 dekade atau 20 tahun sudah menghasilkan banyak perubahan.

 Masalah yang dihadapi, disamping infrastruktur juga suprastruktur di daerah, sangat bergantung kepada kapasitas pimpinan dan pejabat di daerah. 

 Faktor yang juga menentukan keberhasilan otonomi daerah adalah soal aktor-aktor politik dan ekonomi, baik di tingkat lokal/daerah dan pusat. Mereka juga harus terus diperbaiki kapasitasnya.

“Di sini pentingnya pendidikan politik agar tidak ada lagi pelaku politik lokal dan nasional yang tamak, sehingga menyebabkan pemerintahan daerah tidak kapabel,(Dirjen Otda Kemendagri).

Hasil investigasi Ombudsman RI, dalam tiga tahun terakhir kinerja pemerintahan belum menggembirakan dilihat dari UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik:

  • Tahun 2017 sebagian besar instansi pelayanan publik di Indonesia memiliki rapor merah, baik di tingkat nasional maupun daerah.
  • Tahun 2019 tingkat kualitas pelayanan publik semakin rendah.
  • Tahun 2020 fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat di daerah dan kelompok marjinal belum sepenuhnya merasakan pemenuhan standar pelayanan publik.

Dalam Memahami hal-hal tersebut kiranya PIANI, dan organiasi Profesi lainnya dapat berkolaborasi, apalagi untuk menghadapi era VUCA, dimana dunia dihadapkan pada gejolak, tidak pasti, kompleks, dan ambigu, paska  pandemic covid 19 yang cukup menguras pikiran,energi, dan tatanan kehidupan termasuk pemerintahan dan birokrasi tentunya.

Dengan melihat hal-hal terebut rasanya, kita semua, khususnya PIANI harus merasa terpanggil untuk tampil memberi solusi jitu untuk perbaikan hari ini dan di masa yang akan datang.

Narasumber pada webinar Nasional ini dihadiri oleh: Dr Tjatja Kuswara AS, dan Dr Riant Nugroho, sedangkan narasumber adalah Dr Indra Kristian dari Universitas Al-Ghifari Bandung, simpulan dari webinar nasional:

Semangat otonomi daerah sesungguhnya sdh tersirat sejak dahulu namun ada beberapa anomali yang menjadi sebab otonomi daerah di Indonesia hrs ada penyesuaian

1. Masih banyaknya Pemerintahan daerah yang kurang capable

2. Ketimpangan pusat dan daerah

3. Kata kuncinya adalah negara kesatuan republic indonesia (pasal 1 ayat 1)

4. Semua pihak berkepentingan

Dr Riant Nugroho menyoroti tentang pentingnya menulis ulang kebijakan otonomi daerah karena konsep otonomi daerah itu membuat indonesia terguncang guncang seharusnya otonomi daerah itu  mensejahterakan masyarakat bukan menjadi beban pusat. Apa yg dikatakan David after bahwa amerika itu negara bagian yang menjadi satu sedangkan indonesia adalah negara kesatuan yang dibagi bagi. Kata kuncinya adalah NKRI jangan sampai bentuknya tidak “hourglass” jadi pusat dan daerah saja yang besar provinsi kecil saja kenyataannya semua mau besar jadinya malah daerah makin kecil.

Decentralization itu harus bicara mutual pelayanan, pemberdyaan kemandirian dan daya saing. Riant mengatakan harus ada regulations bagi DOB jika dalam 2 periode tidak ada kemajuan bahkan mundur dan tidak mandiri sebagaimana konsep decentralization maka daerah tersebut harus kembali ke induk.

Digitalisasi juga berpengaruh terhadap decentralization karena digitalisasi memaksa sebuah negara untuk senttalistik. Semua satu dalam sebuah aplikasi.

Jangan masakan yg gak enak tapi buku resepnya yang dirubah. Harus tahu bahwa DOB kebanyakan hanya sekedar keserakahan politik saja. Jadikan ilmu pengetahuan sebagai wasit. Jika suatu daerah ingin berpisah jangan coba main Mata apalagi nyolok Mata tapi buat sebuah kajian independen dan kemendagri seharusnya mau menyediakan Dana untuk itu. Keadaan kita hari ini adalah buah dari apa yang kita perbuat, jadilah solusi untuk sebuah masalah.